BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Masalah gizi pada hakikataya adalah
masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan
dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya
masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya
harus melibatkan berbagai sektor yang terkait (Supariasa, 2012).
Salah satu indikato kesehatan yang
dinila keberhasilan pencapaiannya dalam
MDGs adalah status gizi. Status gizi diukur berdasarkan umur (U), berat
badan (BB) dan
tinggi badan (TB). Variabel BB dab TB
ini disajikan dalam bentuk
tiga indikator antropometri,
yaitu berat badan
menurut umur (BB/U), tinggi
badan menurut umur
(TB/U) dan berat
badan menurut tinggi badan (BB/TB) (Dinkes Prov. Jateng,
2012).
Status
gizi adalah keadaan
tubuh sebagai akibat
konsumsi makanan dan penggunaan
zat-zat gizi. Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah satu
faktor risiko terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik
bagi seseorang akan
berkontribusi terhadap kesehatannya
dan juga terhadap kemampuan dalam
proses pemulihan (Dinkes Prov.
Jateng, 2012).
Dasar Indonesia (RISKESDAS) 2010
prevalensi gizi kurang pada tahun 2010 menurun menjadi 17,9%, yaitu ada 900
ribu diantara 2,2 juta balita di Indonesia mengalami gizi kurang atau gizi
buruk. Riskesdas 2012, prevalensi status gizi menurut BB/U untuk bayi usia 0-6
bulan yaitu 4,9% gizi buruk, 13% gizi kurang, 76,2% gizi baik, dan 5,8% gizi lebih.
Sedangkan untuk prevalensi provinsi Jawa Tengah terdiri dari 3,3% gizi buruk,
12,4% gizi kurang, 78,1% gizi baik, dan 6,2% gizi lebih.
Indonesia termasuk di antara 36 negara
di dunia yang memberi 90% kontribusi masalah gizi dunia. Saat ini Indonesia menduduki
peringkat kelima dalam status gizi buruk. Status ini merupakan akibat
instabilitas pangan karena kurangnya nilai gizi dalam konsumsi bayinya. Status
gizi bayi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi penyakit infeksi,
konsumsi makanan, sanitasi lingkungan dan pengaruh budaya. Jumlah balita yang
mengalami gizi buruk tahun 2012 sebanyak 98 anak. Dibandingkan tahun 2011 di
kabupaten Semarang sebanyak 112 anak, angka tersebut mengalami penurunan
(Profil Dinkes Semarang, 2012).
Dari 9 Desa di wilayah kerja Puskesmas
Kecamatan Pringapus, Desa Wonorejo merupakan daerah dengan status gizi tidak
normal paling tinggi yaitu 14 bayi dengan gizi kurang dan 5 bayi dengan gizi
lebih
Berdasarkan
uraian di atas, mengingat tingginya angka kejadian gizi yang tidak normal di
Desa Wonorejo Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang, maka peneliti ingin
meneliti dengan mengambil judul,” Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dengan Status
Gizi Pada Bayi Di Desa Wonorejo Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2015”.
1.2 Rumusan
Masalah
Apakah Ada Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan
Status Gizi Pada Bayi Di
Desa Wonorejo Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2015?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui
Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi Pada Bayi Di Desa Wonorejo Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang Tahun 2015”.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang
gizi dengan status gizi pada bayi di
Desa Wonorejo Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2015.
b. Mengidentifikasi status gizi pada
bayi di Desa Wonorejo Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang Tahun 2015.
c. Menganalisa
hubungan pengetahuan ibu
tentang gizi dengan status gizi pada bayi di Desa Wonorejo Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang Tahun 2015.
1.4 Manfaat
Penelitian
1. Bagi
Responden
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah pengetahuan mengenai
status gizi pada bayi.
2. Bagi
Peneliti
Dapat
menambah wawasan serta pemahaman peneliti tentang hubungan pengetahuan ibu
dengan status gizi pada bayi.
3. Bagi
Profesi Kebidanan
Hasil
penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi petugas kesehatan khususnya bagi
bidan dalam memberikan pendidikan kesehatan mengenai Status Gizi pada Bayi.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil
penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan pengetahuan tentang
status gizi bayi sehingga dapat dijadikan referensi untuk penelitian
selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.
Pengetahuan (Knowlegde)
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar
menjawab pertanyaan “what “, misalnya
apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya. Sedangkan ilmu (science) bukan sekedar menjawab “why “ dan “ how”, misalnya mengapa air mendidih bila dipanaskan, mengapa bumi
berputar, mengapa manusia bernafas,dan sebgainya (Notoatmodjo, 2012)
Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (overt behavior). Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai
dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalh yang
dihadapi.
Pengetahuan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam berperilaku termasuk perilaku ibu hamil dalam keteraturan kunjungan antenatal. Menurut L.Green (1980) perilaku
kesehatan seseorang dipengaruhi oleh factor predisposisi yang meliputi pengetahuan,sikap, kepercayaan, nilai dan sebagainya. Hal yang sama juga
disampaikan oleh Nasution
(2009) bahwa pengetahuan
merupakan hal yang penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang.
Selain itu juga perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap
yang positif maka perilaku
tersebut bersifat langgeng (long
lasting).
Pengetahuan
yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni :
1)
Tahu (know)
Yang
diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, kata
kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dsb.
2)
Memahami (comprehension)
Diartikan
sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang
diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3)
Aplikasi (aplication)
Diartikan sebagai kemampuan
menggunakan materi yang telah ipelajari pada situasi atau kondisi real.
4)
Analisis (analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja seperti menggambarkan (membuat bagan), memisahkan,
mengelompokkan, dsb.
5)
Sintesis (synthesis)
Menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya dapat
menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dsb
terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6)
Evaluasi (evaluation)
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi terhadap suatu
materi atau obyek (Notoatmodjo,2012).
Pengetahuan adalah suatu kesan
dalam pemikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya yang berbeda
sekali dengan kepercayaan tahayul dan pengembangan keliru.
2.1.1.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Pengetahuan
Menurut
Notoadmojo (2012) pengetahuan dipengaruhi oleh faktor:
a.
Pendidikan
Pendidikan adalah suatu
proses belajar yang berarti terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau
perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri
individu, keluarga atau masyarakat. Beberapa hasil penelitian mengenai pengaruh
pendidikan terhadap perkembangan pribadi, bahwa pada umumnya pendidikan itu
mempertinggi taraf intelegensi individu.
b.
Persepsi
Persepsi, mengenal dan memilih
objek sehubungan dengan tindakan yang akan di ambil.
c.
Motivasi
Motivasi merupakan dorongan,
keinginan dan tenaga penggerak yang berasal dari dalam diri seseorang untuk
melakukan sesuatu dengan mengeyampingkan hal-hal yang dianggap kurang
bermanfaat. Dalam mencapai tujuan dan munculnya motivasi dan memerlukan rangsangan
dari dalam individu maupun dari luar. Motivasi murni adalah motivasi yang
betul-betul disadari akan pentingnya suatu perilaku akan dirasakan suatu
kebutuhan.
d.
Pengalaman
Pengalaman adalah sesuatu yang
dirasakan (diketahui, dikerjakan) juga merupakan kesadaran akan suatu hal yang
tertangkap oleh indera manusia. Faktor eksternal yang mempengaruhi pengetahuan
antara lain: meliputi lingkungan, sosial, ekonomi, kebudayaan dan informasi.
Lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh bagi pengembangan sifat dan perilaku
individu. Sosial ekonomi, pengahasilan sering dilihat untuk memiliki hubungan
antar tingkat pengahasilan dengan pemanfaatan.
2.1.2. Proses
Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012) mengatakan bahwa cara memperoleh pengetahuan
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu cara tradisional dan cara modern
(ilmiah).
a.
Cara
tradisional atau Non ilmiah
Cara-cara penemuan
pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi cara coba salah, cara
kekuasaan, Berdasarkan pengalaman pribadi, melalui jalan pikiran.
1)
Cara coba
salah (Trial and error)
Cara ini
dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memcahkan masalah, dan apabila
kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain, dan apabila
kemungkinan tidak berhasil pula dicoba kemungkinan yang lain pula sampai
masalah tersebut dapat terpecahkan. Itulah sebabnya cara ini disebut coba-salah
(trial and error).
2)
Cara kekuasaan
(otoriter)
Sumber pengetahuan ini
dapat berupa pemimpin masyarakat baik formal maupun nonformal, ahli agama,
pemegang pemerintahan, ahli ilmu pengetahuan dan sebagainya. Dengan kata lain,
pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan.
3)
Berdasarkan
pengalaman pribadi
Cara ini dengan mengulang kembali
pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa
lalu. Apabila dengan cara yang digunakan tersebut orang dapat memecahkan
masalah yang dihadapi, maka untuk memecahkan masalah lain yang sama, orang
dapat pula menggunakan cara tersebut. Tetapi bila ia gagal, ia tidak dapat
mengulangi cara itu dan berusaha untuk mencari jawaban yang lain, sehingga
dapat berhasil memecahkannya.
4)
Melalui jalan
pikiran
Yaitu dengan menggunakan penalaran
dalam memperoleh kebenaran pengetahuan. Penalaran dengan menggunakan jalan
pikiran ada 2 (dua) yaitu dengan cara induksi dan deduksi. Penalaran Induktif,
yaitu penalaran yang berdasar atas cara berfikir untuk menarik kesimpulan umum
dari sesuatu yang bersifat khusus atau individual. Penalaran deduktif, yaitu
penalaran yang berdasar atas cara berpikir yang menarik kesimpulan yang khusus
dari sesuatu yang bersifat umum (Nursalam, 2013).
b.
Cara modern
atu cara ilmiah
Cara baru atau modern dalam
memperoleh pengetahuan disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular
disebut metodologi penelitian (research
methodology). Metode ilmiah adalah upaya memecahkan masalah melalui
berfikir rasional dan berfikir empiris dan merupakan prosedur untuk mendapatkan
ilmu.
Metode ilmiah pada dasarnya menggabungkan
berfikir rasional dengan berfikir empiris, artinya pertanyaan yang dirumuskan
disatu pihak dapat diterima oleh akal sehat dan dipihak lain dapat dibuktikan
melalui data dan fakta secara empiris (Nursalam, 2013).
2.1.3.
Fungsi Pengetahuan
Menurut
fungsi ini manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari
penalaran dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur-unsur
pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu
akan disusun, ditata kembali, atau diubah sedemikian rupa sehingga tercapai
sesuatu yang konsisiten ( Notoatmodjo, 2012)
2.1.4.
Cara
Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran
pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan
tentang isi materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu
kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada (Notoatmodjo, 2012). Pada penelitian ini cara untuk mengukur pengetahuan
ibu hamil menggunakan pedoman kuesioner yang membahas tentang kunjungan
ANC yang jumlah soalnya
sebanyak 10 soal di setaip soal memiliki pilihan apabila jawaban benar memiliki
poin 1 (satu) dan apabila jawaban salah memiliki poin 0 (
kosong) sehingga jumlah pertanyaan yang di jawab benar di bagi jumlah soal dan
di kali 100.
Katagori pengetahuan menurut
Arikunto, 2010
a.
Baik :76-100%
b.
Cukup :56-75%
c.
Kurang :≤
55 %
2.2 Status Gizi
1. Pengertian
Status gizi (nutrition status) adalah ekspresi dari
keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu
contoh gondok endemik merupakan
keadaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium
dalam tubuh (Supariasa, 2012).
Status gizi adalah
keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi
(Dinkes Prov. Jateng, 2012).
2. Penilaian Status Gizi
Menurut Supariasa
(2012), status gizi dapat dinilai dengan dua cara, yaitu penilaian status gizi
secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung. Penilaian
status gizi secara langsung dapat dilakukan dengan empat cara yaitu :
a.
Antropometri
Secara umum antopometri artinya ukuran tubuh manusia.
Ditinjau dari sudut pandang gizi maka antopometri gizi berhubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
tingkat usia dan tingkat gizi. Antopometri secara umum digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat
pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot,
dan jumlah air dalam tubuh.
b.
Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting
untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas
perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat
gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (superficial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut, dan
mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti
kelenjar tiroid.
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara
cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk
mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau
lebih zat gizi. Disamping itu pula
digunakan untuk untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan
pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala atau riwayat penyakit.
c.
Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan
spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam
jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja,
dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan
untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang
lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan
kimia faali dapat banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang
spesifik.
d.
Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode
penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan
melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi
tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindness). Cara yang digunakan adalah tes
adaptasi gelap.
Menurut Supariasa (2012), penilaian status gizi secara
tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survei konsumsi makanan, statistik
vital, dan faktor ekologi.
a.
Survei
konsumsi makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status
gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang
dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang
konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan individu. Survei ini
dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.
b.
Statistik
Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah
dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan
umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya
yang berhubungan dengan gizi. Penggunaannya
dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran
status gizi masyarakat.
c.
Faktor
Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil
interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan
yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah,
irigasi dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk
mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan
program intervensi gizi.
3. Klasifikasi Status Gizi
Menurut Supariasa
(2012), dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang
sering disebut reference. Baku
antopometri yang digunakan di Indonesia
adalah World Health Organization
National Centre for Heatlh Statistics (WHO NCHS). Berdasarkan baku Harvard
status gizi dapat dibagi menjadi empat, yaitu :
a.
Gizi
lebih untuk over weight
b.
Gizi
baik untuk well nourished
c.
Gizi
kurang untuk under weight
d.
Gizi
buruk untuk servere PCM
Tabel 2.2 Klasifikasi Status gizi menggunakan Z-Skor berdasarkan BB/U
Indeks
|
Kategori Status Gizi
|
Ambang batas (Z-skor)
|
Berat badan menurut umur (BB/U)
|
Gizi lebih
Gizi baik
Gizi kurang
Gizi buruk
|
> 2SD
- 2SD s/d 2SD
- 3SD s/d < -2SD
<- 3SD
|
Sumber : (KEPMENKES, 2010)
4. Kebutuhan Gizi Bayi (0-12 bulan)
Kebutuhan bayi akan
zat-zat gizi adalah yang paling penting. Bayi sehat yang dilahirakan dengan
berat badan cukup sekitar 2,5-3,5 kg akan mencapai kelipatan berat badan dalam
waktu 3 bulan.
Kebutuhan gizi bayi
berbeda dengan kebutuhan gizi anak dan
dewasa. Bayi memerlukan karbohidrat dengan bantuan amilase untuk
mencerna bahan makanan dari zat pati. Protein yang dibutuhkan berasal dari ASI
yaitu dengan kadar 4-5% dari total kalori dalam ASI. Lemak yang diperlukan 58%
dari kalori total dalam susu matur. Mineral yang dibutuhkan terdiri dari
kalsium, pospor, klor, kalium, dan natrium yang dapat menunjang pertumbuhan dan
perkembangan bayi. Setelah umur 6 bulan, setiap bayi membutuhkan
asupan gizi yang baik (Sediaoetama,
2012).
Ketika berusia enam
bulan hingga satu tahun, bayi membutuhkan 850 kkal energi per hari. Jumlah ini
melebihi ASI yang dihasilkan oleh wanita yang sedang menyusui. Oleh karena itn, bulan ke tujuh dianggap sebagai
waktu yang tepat untuk memulai konsumsi makanan yang padat atau setengah padat
karena bayi belum memiliki gigi untuk mengunyah. Memberi makanan kering atau
bahkan makanan dengan kandungan air 50% atau 60% dapat menyebabkan bayi Anda
mengalami dehidrasi. Untuk itu, dapat dimulai dengan memberikan sereal, sayuran
dan buah, dan kacang-kacangan (Susianto, 2010).
5. Faktor faktor yang mempengaruhi status gizi
Adapun faktor yang mempengaruhi status gizi antara lain :
a.
Asupan
makanan
Asupan makanan merupakan banyaknya zat gizi yang
masuk ke dalam tubuh yang dapat menjaga atau menentukan kesehatan. Asupan
makanan sangat berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Apabila asupan
makanan atau zat gizi seseorang rendah, tidak simbang, serta tidak sesuai
denggan usia pemberian makanan, maka dimungkinkan ia akan terkena gizi kurang
dan apabila asupan gizi yang kurang adalah energi dan protein maka dapat
menyebabkan KEP (Almatsier, 2009).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
konsumsi makanan adalah sebagai berikut :
1) Usia
Menurut Paath (2005) dalam Waryana (2010), usia bayi
memang usia yang rawan, kebutuhan gizi per kilogram berat badan lebih dari
orang dewasa karena bertambahnya umur akan membutuhkan tenaga yang meningkat
pula.
2) Berat
badan
Berat
badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang
sehingga mempengaruhi jumlah pemberian makanan yang harus diberikan (Supariasa,
2012).
3) Jenis
dan jumlah makanan yang diberikan
Jenis
dan jumlah makanan yang diberikan sangat penting dalam membantu proses
pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dan anak, mengingat manfaat gizi dalam
tubuh dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak, serta mencegah
terjadinya berbagai penyakit akibat kekurangan gizi (Hidayat, 2005).
4) Waktu
Pemberian Makanan
Menurut Walker (2006) dalam Khasanah (2011),
waktu pemberian makan terhadap bayi
sangat mampu mengurangi resiko berbagai jenis penyakit pada bayi. Bayi yang mendapatkan MP-ASI sebelum berusia 6 bulan lebih
banyak terserang diare, sembelit, batuk pilek dan panas dibandingkan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif. Saat bayi berusia 6
bulan atau lebih, sistem pencernaannya sudah relatif sempurna dan siap menerima
makanan
pendamping lainnya. Beberapa
enzim pemecah protein seperti asam lambung, pepsin, lipase, amilase baru akan
diproduksi sempurna. Saat bayi berusia kurang dari 6 bulan, sel-sel di sekitar
usus belum siap menerima kandungan dalam makanan, sehingga makanan yang masuk
dapat menyebabkan reaksi imun dan terjadi alergi. Menunda pemberian MP-ASI
hingga 6 bulan melindungi bayi dari obesitas di kemudian hari. Bahkan pada
kasus ekstrim pemberian MP-ASI dini dapat menyebabkan penyumbatan saluran cerna
dan harus dilakukan pembedahan (Gibney, 2009).
b.
Penyakit
infeksi
Menurut Scrimshaw (1959) dalam Supariasa (2012), terdapat
hubungan yang sangat erat antara infeksi (bakteri, virus dan parasit) dengan malnutrisi sehingga dapat
mempengaruhi status gizi dan dapat mempercepat malnutrsi.
Oleh karena itu, pemberian makan setelah bayi berusia 6 bulan memberikan perlindungan besar dari berbagai penyakit. Hal ini
disebabkan imunitas bayi >6 bulan sudah lebih sempurna dibandingkan
dengan usia bayi <6. Pemberian MP-ASI
dini sama saja dengan membuka gerbang masuknya berbagai jenis kuman penyakit
(Gibney, 2009).
c. Sanitasi Lingkungan
Sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya
berbagai jenis penyakit antara lain infeksi saluran pencernaan dan pernafasan
sehingga dapat menyebabkan kekurangan zat gizi (Supariasa, 2012).
d. Pengaruh Budaya
Pengaruh budaya terhadap status gizi seperti masih banyaknya
pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi makanan
menjadi rendah. Konsumsi makanan yang rendah dapat menyebabkan status gizi
kurang (Supariasa, 2012).
Status gizi bayi yang baik
akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi. Status gizi bayi kurang atau
berlebih tidak langsung muncul dalam makna klinis. Makna klinis berupa gangguan
dalam pertumbuhan dan perkembangan akan muncul setelah beberapa waktu. Oleh
karena itu, status gizi kurang atau berlebih dapat menjadi indikasi untuk
mendapat perhatian dan perbaikan status gizi bayi. Status gizi buruk sangat
perlu untuk dilakukan perbaikan status gizi karena pada keadaan tersebut, bayi
rentan sekali terkena infeksi (Arisman, 2009).
e.
Pendapatan
keluarga
Pendapatan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi status
gizi. Besarnya gaji yang diperoleh terkadang tidak sesuai dengan banyaknya
jenis pekerjaan yang dilakukan. Pendapatan seseorang akan menentukan kemampuan
orang tersebut dalam memenuhi kebutuhan makanan sesuai dengan jumlah yang
diperlukan oleh tubuh. Apabila makanan yang dikonsumsi tidak memenuhi jumlah
zat-zat gizi dibutuhkan oleh tubuh, maka dapat mengakibatkan perubahan pada
status gizi seseorang.
2.3 Kerangka Konsep
Variabel
Indevenden Variabel
Devenden
2.5 Hipotesis
Penelitian
H0 : Tidak Ada Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dengan
Status Gizi Pada Bayi Di Desa Wonorejo Kecamatan Pringapus.
Ha : Ada Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dengan
Status Gizi Pada Bayi Di Desa Wonorejo Kecamatan Pringapus.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk
mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan
dikembangkan suatu pengetahuan sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk
memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah (Sugiyono, 2009).
3.1 Desain Penelitian
Desain
penelitian merupakan suatu rancangan
yang bisa digunakan oleh peneliti sebagai petunjuk dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian untuk
mencapai suatu tujuan atau menjawab suatu pertanyaan penelitian (Notoatmojo,
2012).
Desain penelitian yang akan
digunakan oleh peneliti dalam penelitian adalah survey Analitik yaitu penelitian yang
mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Kemudian
melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena. (Notoatmodjo,2012). Penelitian ini menggunakan pendekatan Crossecsional, artinya semua
variabel yang termasuk efek
akan diteliti dan di kumpulkan pada waktu yang bersamaan (Notoatmodjo,
2012).
3.2
Lokasi
penelitian
Penelitian ini akan
dilakukan di Desa Wonorejo Kecamatan Pringapus
Kabupaten Semarang.
3.3
Populasi
dan Sampel
1.
Populasi
Populasi adalah setiap subyek (misalnya manusia, pasien) yang
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013).
Populasi dalam
penelitian adalah ibu yang memiliki
bayi yang berada di Desa
Wonorejo Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang berjumlah 69 Ibu.
2.
Sampel
Sampel adalah keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012). Teknik
yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah purposive sampling dengan pengambilan sampel berdasarkan jumlah sampel yang
memenuhi kriteria yaitu kriteria inklusi dan kriteria
eksklusi, diantaranya:
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah
karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau
dan akan diteliti (Notoatmodjo, 2012). Kriteria inklusi dalam penelitian ini
adalah:
1) Ibu
yang bersedia menjadi responden responden.
b. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan
atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan studi karena
berbagai sebab (Notoatmodjo, 2012). Kriteria ekslusi dalam penelitian ini
adalah:
1) Ibu yang tidak sedang berada di Desa
Wonorejo Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang selama penelitian atau
seminggu sebelum penelitian
3.4
Variabel
Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu
sebagai berikut:
1. Variabel
bebas (Independen variable)
Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah Pengetahuan Ibu.
2.
Variabel terikat (Dependen variable)
Variabel terikat dalam penelitian
ini adalah status gizi bayi.
3.5
Definisi Operasional
Adapun definisi operasional dalam
penelitian ini adalah:
Tabel Definisi Operasional
Variabel
|
Definisi Operasional
|
Alat ukur
|
Hasil Ukur
|
Skala
|
Variabel Independen
Pengetahuan
|
Hasil dari Tahu ibu tentang suatu objek dalam hal ini gizi pada
bayi.
|
Kuesioner
|
Kategori:
a. Baik: 76-100%
b. Cukup: 56-75%
c. Kurang: < 55%
( Arikunto, 2002
|
Ordinal
|
Variabel
Dependen
Status gizi
|
Ukuran keberhasilan dalam
pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan umur
menurut NCHS
|
Diukur dengan timbangan dacin
(BB/U)
|
Katagori:
a.
Gizi lebih
(>2SD)
b.
Gizi baik
(-2 SD s/d 2SD)
c.
Gizi kurang
(-3 SD s/d <-2 SD)
d.
Gizi buruk
(< -3 SD)
|
Ordinal
|
3.6 Pengumpulan Data
1. Jenis data
Penelitian ini menggunakan
jenis data :
a. Data
Primer
Data
primer adalah data atau materi yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti pada saat
berlangsungnya penelitian dan diperoleh langsung dari responden dengan
menggunakan kuesioner. Jenis kuesioner yang
akan digunakan adalah kuesioner tertutup yaitu kuesioner yang jawabannya sudah
disediakan sehingga responden tinggal memilih jawaban yang sesuai dengan
pendapatnya (Arikunto, 2006).
b. Data
Sekunder
Data
sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh
peneliti yang didapat dari orang lain atau data yang diperoleh secara tidak
langsung (Notoatmodjo, 2012). Data
sekunder yang akan dikumpulkan adalah data-data pendukung yang berkaitan dengan
tujuan penelitian. Pada penelitian ini, data sekundernya adalah data jumlah
bayi usia 6-12 bulan dan berat badan bayi yang ada di Desa Wonorejo, Kecamatan
Pringapus, Kabupaten Semarang yang didapatkan dari Puskesmas Pringapus serta
pencatatan bidan Desa Wonorejo.
2.
Instrumen penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah
kuesioner. Kuesioner adalah alat ukur yang berupa kumpulan beberapa pertanyaan
bisa digunakan bila jumlah responden besar dan dapat mengungkapkan hal-hal yang
rahasia (Sugiyono, 2010). Kuesioner dalam penelitian
ini merupakan kuesioner tertutup, sehingga responden hanya diminta memilih atau
menjawab pertanyaan yang sudah ada. Kuesioner yang telah
disusun secara terstruktur ini terdiri dari kuesioner tentang Status Gizi yang
dibuat sendiri oleh peneliti dan sebelum kuesioner tersebut diberikan kepada
responden, maka kuesioner tersebut dilakukan uji validitas expert dengan ahli gizi terlebih dahulu agar instrument
yang digunakan benar-benar telah memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai alat
ukur data (Notoatmodjo, 2012).
3. Cara Pengumpulan Data
Peneliti merencanakan pelaksanaan penelitian berdasarkan prosedur pengumpulan
data penelitian sebagai berikut :
a.
Peneliti
memberikan Surat Pengantar studi pendahuluam kepada BAPPEDA Kabupaten Semarang. Setelah mendapatkan surat izin studi pendahuluan dari BAPPEDA, surat tembusan diteruskan kepada Dinkes
Kabupaten Semarang.
b.
Peneliti
memberikan surat izin studi
pendahuluan ke Puskesmas Pringapus kemudian memberikan surat penghantar ke
polindes Wonorejo.
4.
Pengolahan data
Langkah-langkah pengolahan data dalam
penilitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Editing
(memeriksa
data)
Editing adalah
kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian kuesioner tersebut. Dilakukan memeriksa
kelengkapan, kejelasan, relevansi, konsistensi masing-masing jawaban dari data
kuesioner.
2. Coding
(pemberian kode)
Pemberian kode yang diberikan
dijabarkan sebagai berikut :
a. Pengetahuan
Ibu
1)
Baik :
diberikan kode 1
2)
Cukup
: diberikan kode 2
3)
Kurang : diberikan kode 3
b. Status
gizi
1) Gizi
buruk : diberikan kode 1
2) Gizi
kurang : diberikan kode 2
3) Gizi
baik : diberikan kode
3
4) Gizi
lebih : diberikan kode
4
3. Entering
Proses memasukan data ke dalam computer untuk
selanjutnya dilakukan analisis data dengan program SPSS (Statistical Product
and Service Solition).
4. Cleaning
(Pembersihan data)
Peneliti menghilangkan data-data yang tidak
diperlukan dan mengecek kembali data-data yang sudah di entering, apakah ada
kesalahan atau tidak (Notoatmodjo, 2012).
5.
Analisis Data
1.
Analisis Univariat
Analisis
univariat bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik setiap variabel
penelitian. Variabel bentuk analisis univariat ini yaitu kategorik yang
menghasilkan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2012). Analisis
univariat dalam penelitian ini menggunakan distribusi frekuensi yang bertujuan
untuk mengidentifikasi karakteristik setiap variabel penelitian. Adapun
variabel yang di analisis adalah pengetahuan ibu dan status gizi bayi.
2.
Analisis Bivariat
Analisis bivariat diperlukan untuk menjelaskan
hubungan dua variabel yaitu antara variabel bebas dengan variabel terikat
(Budiharto, 2008). Analisis bivariat pada penelitian ini digunakan untuk
melihat hubungan pengetahuan ibu dengan
status gizi bayi di Desa Wonorejo Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang. Dalam penelitian ini menggunakan
tabel 3x4, jenis variabel kategorik-kategorik. Uji statistik yang digunakan
adalah Chi square, jika tidak
memenuhi syarat maka menggunakan uji fisher.
Syarat dari penggunaan
perangkat lunak (chi square) diatas adalah sampel harus lebih besar (n >
30), sel – sel tidak boleh ada yang nol, expeted count sel – sel harus ≥ 5,
bila ada sel dengan expeted count < 5 maksimal 20 % dari jumlah sel.
Ketentuan menentukan hubungan antar variabel sebagai
berikut : bila χ2 hitung > χ2 tabel maka H0 ditolak dan bila nilai χ2 hitung
< nilai χ2 tabel, maka H0 diterima. Taraf signifikan yang digunakan adalah
0,05 (5%). Dikatakan ada hubungan apabila nilai p ≤ α, sebaliknya jika p > α
maka diputuskan tidak ada hubungan antara variabel independen dan variabel
dependen dalam penelitian ini.
6.
Etika
Penelitian
Etika
penelitian menurut Sugiyono (2013), terdiri dari 3 macam yaitu:
1. Informed
consent
Subjek harus mendapatkan informasi
secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak
untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Informed consent juga
mencantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk
pengembangan ilmu.
2.
Anonymity (tanpa nama)
Masalah etika merupakan masalah
yang memberikan jaminan dalam penggunaan
subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden
pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data
atau hasil penelitian yang disajikan.
3.
Confidentiality (kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika
dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun
masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan
pada hasil riset.