Sabtu, 16 Mei 2015

PROPOSAL HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI DENGAN STATUS GIZI PADA BAYI DI DESA WONOREJO KECAMATAN PRINGAPUS KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2015



BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang
Masalah gizi pada hakikataya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait (Supariasa, 2012).
Salah satu indikato kesehatan yang dinila keberhasilan  pencapaiannya dalam MDGs adalah status gizi. Status gizi diukur berdasarkan umur (U),  berat  badan  (BB)  dan  tinggi  badan  (TB). Variabel BB  dab TB  ini  disajikan dalam  bentuk  tiga  indikator  antropometri,  yaitu  berat  badan  menurut  umur (BB/U),  tinggi  badan  menurut  umur  (TB/U)  dan  berat  badan  menurut  tinggi badan (BB/TB) (Dinkes Prov. Jateng, 2012).
Status  gizi  adalah  keadaan  tubuh  sebagai  akibat  konsumsi makanan  dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik bagi  seseorang  akan  berkontribusi  terhadap  kesehatannya  dan  juga  terhadap kemampuan  dalam  proses  pemulihan (Dinkes Prov. Jateng, 2012).

Dasar Indonesia (RISKESDAS) 2010 prevalensi gizi kurang pada tahun 2010 menurun menjadi 17,9%, yaitu ada 900 ribu diantara 2,2 juta balita di Indonesia mengalami gizi kurang atau gizi buruk. Riskesdas 2012, prevalensi status gizi menurut BB/U untuk bayi usia 0-6 bulan yaitu 4,9% gizi buruk, 13% gizi kurang, 76,2% gizi baik, dan 5,8% gizi lebih. Sedangkan untuk prevalensi provinsi Jawa Tengah terdiri dari 3,3% gizi buruk, 12,4% gizi kurang, 78,1% gizi baik, dan 6,2% gizi lebih.
Indonesia termasuk di antara 36 negara di dunia yang memberi 90% kontribusi masalah gizi dunia. Saat ini Indonesia menduduki peringkat kelima dalam status gizi buruk. Status ini merupakan akibat instabilitas pangan karena kurangnya nilai gizi dalam konsumsi bayinya. Status gizi bayi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi penyakit infeksi, konsumsi makanan, sanitasi lingkungan dan pengaruh budaya. Jumlah balita yang mengalami gizi buruk tahun 2012 sebanyak 98 anak. Dibandingkan tahun 2011 di kabupaten Semarang sebanyak 112 anak, angka tersebut mengalami penurunan (Profil Dinkes Semarang, 2012).
Dari 9 Desa di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pringapus, Desa Wonorejo merupakan daerah dengan status gizi tidak normal paling tinggi yaitu 14 bayi dengan gizi kurang dan 5 bayi dengan gizi lebih
Berdasarkan uraian di atas, mengingat tingginya angka kejadian gizi yang tidak normal di Desa Wonorejo Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang, maka peneliti ingin meneliti dengan mengambil judul,” Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dengan Status Gizi Pada Bayi Di Desa Wonorejo Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2015”.

1.2    Rumusan Masalah
  Apakah Ada Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi Pada Bayi Di Desa Wonorejo Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2015?
1.3   Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi Pada Bayi Di Desa Wonorejo Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2015”.
1.3.2 Tujuan Khusus
a.    Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi pada bayi di Desa Wonorejo Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2015.
b.    Mengidentifikasi status gizi pada bayi di Desa Wonorejo Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2015.
c.    Menganalisa hubungan pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi pada bayi di Desa Wonorejo Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Tahun 2015.
 1.4   Manfaat Penelitian
1.    Bagi Responden
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah pengetahuan mengenai status gizi pada bayi.
2.    Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan serta pemahaman peneliti tentang hubungan pengetahuan ibu dengan status gizi pada bayi.
3.    Bagi Profesi Kebidanan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi petugas kesehatan khususnya bagi bidan dalam memberikan pendidikan kesehatan mengenai Status Gizi pada Bayi.
4.    Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan pengetahuan tentang status gizi bayi sehingga dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya.


BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.       Pengetahuan (Knowlegde)
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan “what “, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya. Sedangkan ilmu (science) bukan sekedar menjawab “why “ dan “ how”, misalnya mengapa air mendidih bila dipanaskan, mengapa bumi berputar, mengapa manusia bernafas,dan sebgainya (Notoatmodjo, 2012)
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalh yang dihadapi.
Pengetahuan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang  dalam  berperilaku termasuk perilaku ibu hamil dalam keteraturan kunjungan antenatal. Menurut L.Green (1980) perilaku kesehatan seseorang dipengaruhi oleh factor predisposisi yang meliputi pengetahuan,sikap, kepercayaan, nilai dan sebagainya. Hal yang sama juga disampaikan oleh Nasution (2009)  bahwa  pengetahuan merupakan hal yang penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Selain itu juga perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku tersebut bersifat langgeng (long lasting).
               Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni :
1)   Tahu (know)
       Yang diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dsb.
2)   Memahami (comprehension)
       Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3)   Aplikasi (aplication)
 Diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah ipelajari pada situasi atau kondisi real.
4)   Analisis (analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti menggambarkan (membuat bagan), memisahkan, mengelompokkan, dsb.
5)   Sintesis (synthesis)
Menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dsb terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6)   Evaluasi (evaluation)
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi terhadap suatu materi atau obyek (Notoatmodjo,2012).
Pengetahuan adalah suatu kesan dalam pemikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya yang berbeda sekali dengan kepercayaan tahayul dan pengembangan keliru.
2.1.1.           Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
              Menurut Notoadmojo (2012) pengetahuan dipengaruhi oleh faktor:
a.         Pendidikan
                   Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, keluarga atau masyarakat. Beberapa hasil penelitian mengenai pengaruh pendidikan terhadap perkembangan pribadi, bahwa pada umumnya pendidikan itu mempertinggi taraf intelegensi individu.
b.        Persepsi
               Persepsi, mengenal dan memilih objek sehubungan dengan tindakan yang akan di ambil.
c.         Motivasi
               Motivasi merupakan dorongan, keinginan dan tenaga penggerak yang berasal dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dengan mengeyampingkan hal-hal yang dianggap kurang bermanfaat. Dalam mencapai tujuan dan munculnya motivasi dan memerlukan rangsangan dari dalam individu maupun dari luar. Motivasi murni adalah motivasi yang betul-betul disadari akan pentingnya suatu perilaku akan dirasakan suatu kebutuhan.
d.        Pengalaman
               Pengalaman adalah sesuatu yang dirasakan (diketahui, dikerjakan) juga merupakan kesadaran akan suatu hal yang tertangkap oleh indera manusia. Faktor eksternal yang mempengaruhi pengetahuan antara lain: meliputi lingkungan, sosial, ekonomi, kebudayaan dan informasi. Lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh bagi pengembangan sifat dan perilaku individu. Sosial ekonomi, pengahasilan sering dilihat untuk memiliki hubungan antar tingkat pengahasilan dengan pemanfaatan.
2.1.2.   Proses Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012) mengatakan bahwa cara memperoleh pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu cara tradisional dan cara modern (ilmiah).
a.    Cara tradisional atau Non ilmiah
                    Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain meliputi cara coba salah, cara kekuasaan, Berdasarkan pengalaman pribadi, melalui jalan pikiran.
1)        Cara coba salah (Trial and error)
                     Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memcahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain, dan apabila kemungkinan tidak berhasil pula dicoba kemungkinan yang lain pula sampai masalah tersebut dapat terpecahkan. Itulah sebabnya cara ini disebut coba-salah (trial and error).

2)        Cara kekuasaan (otoriter)
                        Sumber pengetahuan ini dapat berupa pemimpin masyarakat baik formal maupun nonformal, ahli agama, pemegang pemerintahan, ahli ilmu pengetahuan dan sebagainya. Dengan kata lain, pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan.
3)        Berdasarkan pengalaman pribadi
            Cara ini dengan mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu. Apabila dengan cara yang digunakan tersebut orang dapat memecahkan masalah yang dihadapi, maka untuk memecahkan masalah lain yang sama, orang dapat pula menggunakan cara tersebut. Tetapi bila ia gagal, ia tidak dapat mengulangi cara itu dan berusaha untuk mencari jawaban yang lain, sehingga dapat berhasil memecahkannya.
4)        Melalui jalan pikiran
              Yaitu dengan menggunakan penalaran dalam memperoleh kebenaran pengetahuan. Penalaran dengan menggunakan jalan pikiran ada 2 (dua) yaitu dengan cara induksi dan deduksi. Penalaran Induktif, yaitu penalaran yang berdasar atas cara berfikir untuk menarik kesimpulan umum dari sesuatu yang bersifat khusus atau individual. Penalaran deduktif, yaitu penalaran yang berdasar atas cara berpikir yang menarik kesimpulan yang khusus dari sesuatu yang bersifat umum (Nursalam, 2013).
b.    Cara modern atu cara ilmiah
       Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular disebut metodologi penelitian (research methodology). Metode ilmiah adalah upaya memecahkan masalah melalui berfikir rasional dan berfikir empiris dan merupakan prosedur untuk mendapatkan ilmu.
          Metode ilmiah pada dasarnya menggabungkan berfikir rasional dengan berfikir empiris, artinya pertanyaan yang dirumuskan disatu pihak dapat diterima oleh akal sehat dan dipihak lain dapat dibuktikan melalui data dan fakta secara empiris (Nursalam, 2013).
2.1.3.           Fungsi Pengetahuan
       Menurut fungsi ini manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur-unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali, atau diubah sedemikian rupa sehingga tercapai sesuatu yang konsisiten ( Notoatmodjo, 2012)
2.1.4.           Cara Pengukuran Pengetahuan
          Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2012). Pada penelitian ini cara untuk mengukur pengetahuan ibu hamil menggunakan pedoman kuesioner yang membahas tentang kunjungan  ANC  yang jumlah soalnya sebanyak 10 soal di setaip soal memiliki pilihan apabila jawaban benar memiliki poin 1 (satu) dan apabila jawaban salah  memiliki poin 0        ( kosong) sehingga jumlah pertanyaan yang di jawab benar di bagi jumlah soal dan di kali 100.
              Katagori pengetahuan menurut Arikunto, 2010
a.         Baik       :76-100%
b.        Cukup    :56-75%
c.         Kurang   :≤ 55 %


2.2  Status Gizi
1.    Pengertian
Status gizi (nutrition status) adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu contoh gondok endemik merupakan  keadaan  tidak  seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh (Supariasa, 2012).
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Dinkes Prov. Jateng, 2012).
2.      Penilaian Status Gizi
Menurut Supariasa (2012), status gizi dapat dinilai dengan dua cara, yaitu penilaian status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dilakukan dengan empat cara yaitu :
a.       Antropometri
Secara umum antopometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi maka antopometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat usia dan tingkat gizi. Antopometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh.
b.      Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (superficial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi.  Disamping itu pula digunakan untuk untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda dan gejala atau riwayat penyakit.
c.       Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
d.      Biofisik  
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindness). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.
Menurut Supariasa (2012), penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi.
a.    Survei konsumsi makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.
b.    Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaannya  dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.
c.    Faktor Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi.
3.      Klasifikasi Status Gizi
Menurut Supariasa (2012), dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut reference. Baku antopometri yang digunakan di Indonesia  adalah World Health Organization National Centre for Heatlh Statistics (WHO NCHS). Berdasarkan baku Harvard status gizi dapat dibagi menjadi empat, yaitu :
a.       Gizi lebih untuk over weight
b.      Gizi baik untuk well nourished
c.       Gizi kurang untuk under weight
d.      Gizi buruk untuk servere PCM
Tabel 2.2 Klasifikasi Status gizi menggunakan Z-Skor berdasarkan BB/U
Indeks
Kategori Status Gizi
Ambang batas (Z-skor)
Berat badan menurut umur (BB/U)
Gizi lebih
Gizi baik
Gizi kurang
Gizi buruk
> 2SD
- 2SD s/d 2SD
- 3SD s/d < -2SD
<- 3SD

Sumber : (KEPMENKES, 2010)
4.      Kebutuhan Gizi Bayi (0-12 bulan)
Kebutuhan bayi akan zat-zat gizi adalah yang paling penting. Bayi sehat yang dilahirakan dengan berat badan cukup sekitar 2,5-3,5 kg akan mencapai kelipatan berat badan dalam waktu 3 bulan.
Kebutuhan gizi bayi berbeda dengan kebutuhan gizi anak dan  dewasa. Bayi memerlukan karbohidrat dengan bantuan amilase untuk mencerna bahan makanan dari zat pati. Protein yang dibutuhkan berasal dari ASI yaitu dengan kadar 4-5% dari total kalori dalam ASI. Lemak yang diperlukan 58% dari kalori total dalam susu matur. Mineral yang dibutuhkan terdiri dari kalsium, pospor, klor, kalium, dan natrium yang dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan bayi. Setelah umur 6 bulan, setiap bayi membutuhkan asupan gizi yang baik (Sediaoetama, 2012).
Ketika berusia enam bulan hingga satu tahun, bayi membutuhkan 850 kkal energi per hari. Jumlah ini melebihi ASI yang dihasilkan oleh wanita yang sedang menyusui. Oleh  karena itn, bulan ke tujuh dianggap sebagai waktu yang tepat untuk memulai konsumsi makanan yang padat atau setengah padat karena bayi belum memiliki gigi untuk mengunyah. Memberi makanan kering atau bahkan makanan dengan kandungan air 50% atau 60% dapat menyebabkan bayi Anda mengalami dehidrasi. Untuk itu, dapat dimulai dengan memberikan sereal, sayuran dan buah, dan kacang-kacangan (Susianto, 2010).
5.      Faktor faktor yang mempengaruhi status gizi
Adapun faktor yang mempengaruhi status gizi antara lain :
a.    Asupan makanan
Asupan makanan merupakan banyaknya zat gizi yang masuk ke dalam tubuh yang dapat menjaga atau menentukan kesehatan. Asupan makanan sangat berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Apabila asupan makanan atau zat gizi seseorang rendah, tidak simbang, serta tidak sesuai denggan usia pemberian makanan, maka dimungkinkan ia akan terkena gizi kurang dan apabila asupan gizi yang kurang adalah energi dan protein maka dapat menyebabkan KEP (Almatsier, 2009).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi makanan adalah sebagai berikut :
1)   Usia
Menurut Paath (2005) dalam Waryana (2010), usia bayi memang usia yang rawan, kebutuhan gizi per kilogram berat badan lebih dari orang dewasa karena bertambahnya umur akan membutuhkan tenaga yang meningkat pula.
2)   Berat badan
Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang sehingga mempengaruhi jumlah pemberian makanan yang harus diberikan (Supariasa, 2012).
3)   Jenis dan jumlah makanan yang diberikan
Jenis dan jumlah makanan yang diberikan sangat penting dalam membantu proses pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dan anak, mengingat manfaat gizi dalam tubuh dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak, serta mencegah terjadinya berbagai penyakit akibat kekurangan gizi (Hidayat, 2005).
4)   Waktu Pemberian Makanan
   Menurut Walker (2006) dalam Khasanah (2011), waktu pemberian makan terhadap bayi sangat mampu mengurangi resiko berbagai jenis penyakit pada bayi. Bayi yang mendapatkan MP-ASI sebelum berusia 6 bulan lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk pilek dan panas dibandingkan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif. Saat bayi berusia 6 bulan atau lebih, sistem pencernaannya sudah relatif sempurna dan siap menerima makanan pendamping lainnya. Beberapa enzim pemecah protein seperti asam lambung, pepsin, lipase, amilase baru akan diproduksi sempurna. Saat bayi berusia kurang dari 6 bulan, sel-sel di sekitar usus belum siap menerima kandungan dalam makanan, sehingga makanan yang masuk dapat menyebabkan reaksi imun dan terjadi alergi. Menunda pemberian MP-ASI hingga 6 bulan melindungi bayi dari obesitas di kemudian hari. Bahkan pada kasus ekstrim pemberian MP-ASI dini dapat menyebabkan penyumbatan saluran cerna dan harus dilakukan pembedahan (Gibney, 2009).




b.    Penyakit infeksi
Menurut Scrimshaw (1959) dalam Supariasa (2012), terdapat hubungan yang sangat erat antara infeksi (bakteri, virus dan parasit) dengan malnutrisi sehingga dapat mempengaruhi status gizi dan dapat mempercepat malnutrsi.
Oleh karena itu, pemberian makan setelah bayi berusia 6 bulan memberikan perlindungan besar dari berbagai penyakit. Hal ini disebabkan imunitas bayi >6 bulan sudah lebih sempurna dibandingkan dengan  usia bayi <6. Pemberian MP-ASI dini sama saja dengan membuka gerbang masuknya berbagai jenis kuman penyakit (Gibney, 2009).
c.    Sanitasi Lingkungan
         Sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain infeksi saluran pencernaan dan pernafasan sehingga dapat menyebabkan kekurangan zat gizi (Supariasa, 2012).
d.   Pengaruh Budaya
         Pengaruh budaya terhadap status gizi seperti masih banyaknya pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah. Konsumsi makanan yang rendah dapat menyebabkan status gizi kurang (Supariasa, 2012).
Status gizi bayi yang baik akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi. Status gizi bayi kurang atau berlebih tidak langsung muncul dalam makna klinis. Makna klinis berupa gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan akan muncul setelah beberapa waktu. Oleh karena itu, status gizi kurang atau berlebih dapat menjadi indikasi untuk mendapat perhatian dan perbaikan status gizi bayi. Status gizi buruk sangat perlu untuk dilakukan perbaikan status gizi karena pada keadaan tersebut, bayi rentan sekali terkena infeksi (Arisman, 2009).
e.    Pendapatan keluarga
Pendapatan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi status gizi. Besarnya gaji yang diperoleh terkadang tidak sesuai dengan banyaknya jenis pekerjaan yang dilakukan. Pendapatan seseorang akan menentukan kemampuan orang tersebut dalam memenuhi kebutuhan makanan sesuai dengan jumlah yang diperlukan oleh tubuh. Apabila makanan yang dikonsumsi tidak memenuhi jumlah zat-zat gizi dibutuhkan oleh tubuh, maka dapat mengakibatkan perubahan pada status gizi seseorang.

2.3  Kerangka Konsep
         Variabel Indevenden                                             Variabel  Devenden




Pengetahuan
 

Status gizi bayi
 



2.5    Hipotesis Penelitian
H0 : Tidak Ada Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dengan Status Gizi Pada Bayi Di Desa Wonorejo Kecamatan Pringapus.
Ha : Ada Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dengan Status Gizi Pada Bayi Di Desa Wonorejo Kecamatan Pringapus.

 
                                                                          BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan dikembangkan suatu pengetahuan sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah (Sugiyono, 2009).
3.1  Desain  Penelitian
           Desain penelitian merupakan suatu  rancangan yang bisa digunakan oleh peneliti sebagai petunjuk dalam  perencanaan dan pelaksanaan penelitian untuk mencapai suatu tujuan atau menjawab suatu pertanyaan penelitian (Notoatmojo, 2012).
           Desain penelitian yang akan digunakan oleh peneliti dalam penelitian adalah survey Analitik yaitu penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi. Kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena. (Notoatmodjo,2012). Penelitian ini menggunakan pendekatan  Crossecsional, artinya  semua  variabel  yang  termasuk efek  akan diteliti dan di kumpulkan pada waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2012).

3.2         Lokasi penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Desa Wonorejo Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang.
3.3         Populasi dan Sampel
1.      Populasi
Populasi adalah setiap subyek (misalnya manusia, pasien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013).
Populasi  dalam  penelitian  adalah ibu yang memiliki bayi yang berada di Desa Wonorejo Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang berjumlah 69 Ibu.
2.      Sampel
Sampel adalah keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2012). Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah purposive sampling dengan pengambilan sampel berdasarkan jumlah sampel yang memenuhi kriteria yaitu kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, diantaranya:
a.    Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Notoatmodjo, 2012). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1)      Ibu yang bersedia menjadi responden responden.
b.   Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan studi karena berbagai sebab (Notoatmodjo, 2012). Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah:
1)      Ibu yang tidak sedang berada di Desa Wonorejo Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang selama penelitian atau seminggu sebelum penelitian
3.4     Variabel Penelitian
 Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu sebagai berikut:
1.      Variabel bebas (Independen variable)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Pengetahuan Ibu.
2.    Variabel terikat (Dependen variable)
Variabel terikat dalam penelitian ini  adalah status gizi bayi.

3.5    Definisi Operasional
Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah:
Tabel  Definisi Operasional

Variabel
Definisi Operasional
Alat ukur
Hasil Ukur
Skala
Variabel Independen
Pengetahuan
Hasil dari Tahu  ibu tentang  suatu objek dalam hal ini gizi pada bayi.

Kuesioner
Kategori:
a.   Baik: 76-100%
b.   Cukup: 56-75%
c.   Kurang: < 55%
( Arikunto, 2002
Ordinal  
Variabel Dependen
Status gizi
Ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan umur menurut NCHS

Diukur dengan timbangan dacin
(BB/U)

Katagori:
a.    Gizi lebih
(>2SD)
b.    Gizi baik
(-2 SD s/d 2SD)
c.    Gizi kurang
(-3 SD s/d <-2 SD)
d.   Gizi buruk
(< -3 SD)
Ordinal



3.6  Pengumpulan Data
1.    Jenis data
Penelitian ini menggunakan jenis data :
a.    Data Primer
Data primer adalah data atau materi yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti pada saat berlangsungnya penelitian dan diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan kuesioner. Jenis kuesioner yang akan digunakan adalah kuesioner tertutup yaitu kuesioner yang jawabannya sudah disediakan sehingga responden tinggal memilih jawaban yang sesuai dengan pendapatnya (Arikunto, 2006).
b.    Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti yang didapat dari orang lain atau data yang diperoleh secara tidak langsung (Notoatmodjo, 2012).  Data sekunder yang akan dikumpulkan adalah data-data pendukung yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Pada penelitian ini, data sekundernya adalah data jumlah bayi usia 6-12 bulan dan berat badan bayi yang ada di Desa Wonorejo, Kecamatan Pringapus, Kabupaten Semarang yang didapatkan dari Puskesmas Pringapus serta pencatatan bidan Desa Wonorejo.

2.    Instrumen penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner adalah alat ukur yang berupa kumpulan beberapa pertanyaan bisa digunakan bila jumlah responden besar dan dapat mengungkapkan hal-hal yang rahasia (Sugiyono, 2010). Kuesioner dalam penelitian ini merupakan kuesioner tertutup, sehingga responden hanya diminta memilih atau menjawab pertanyaan yang sudah ada. Kuesioner yang telah disusun secara terstruktur ini terdiri dari kuesioner tentang Status Gizi yang dibuat sendiri oleh peneliti dan sebelum kuesioner tersebut diberikan kepada responden, maka kuesioner tersebut dilakukan uji validitas expert dengan ahli gizi terlebih dahulu agar instrument yang digunakan benar-benar telah memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai alat ukur data (Notoatmodjo, 2012).
3.    Cara Pengumpulan Data
Peneliti merencanakan pelaksanaan penelitian berdasarkan prosedur pengumpulan data penelitian sebagai berikut :
a.    Peneliti memberikan Surat Pengantar studi pendahuluam kepada BAPPEDA Kabupaten Semarang. Setelah mendapatkan surat izin studi pendahuluan dari BAPPEDA, surat tembusan diteruskan kepada Dinkes Kabupaten Semarang.
b.    Peneliti memberikan surat izin studi pendahuluan ke Puskesmas Pringapus kemudian memberikan surat penghantar ke polindes Wonorejo.
4.      Pengolahan data
Langkah-langkah pengolahan data dalam penilitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Editing (memeriksa data)
Editing adalah kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian kuesioner tersebut. Dilakukan memeriksa kelengkapan, kejelasan, relevansi, konsistensi masing-masing jawaban dari data kuesioner.
2.    Coding (pemberian kode)
Pemberian kode yang diberikan dijabarkan sebagai berikut :
a.    Pengetahuan Ibu
1)        Baik     : diberikan kode 1
2)        Cukup  : diberikan kode 2
3)        Kurang : diberikan kode 3
b.    Status gizi
1)      Gizi buruk                   : diberikan kode 1
2)      Gizi kurang                  : diberikan kode 2
3)      Gizi baik                      : diberikan kode 3
4)      Gizi lebih                     : diberikan kode 4


3.    Entering
Proses memasukan data ke dalam computer untuk selanjutnya dilakukan analisis data dengan program SPSS (Statistical Product and Service Solition).
4.    Cleaning (Pembersihan data)
Peneliti menghilangkan data-data yang tidak diperlukan dan mengecek kembali data-data yang sudah di entering, apakah ada kesalahan atau tidak (Notoatmodjo, 2012).
5.     Analisis Data
1.      Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik setiap variabel penelitian. Variabel bentuk analisis univariat ini yaitu kategorik yang menghasilkan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2012). Analisis univariat dalam penelitian ini menggunakan distribusi frekuensi yang bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik setiap variabel penelitian. Adapun variabel yang di analisis adalah pengetahuan ibu dan status gizi bayi.
2.      Analisis Bivariat
Analisis bivariat diperlukan untuk menjelaskan hubungan dua variabel yaitu antara variabel bebas dengan variabel terikat (Budiharto, 2008). Analisis bivariat pada penelitian ini digunakan untuk melihat hubungan pengetahuan ibu dengan status gizi bayi di Desa Wonorejo Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang. Dalam penelitian ini menggunakan tabel 3x4, jenis variabel kategorik-kategorik. Uji statistik yang digunakan adalah Chi square, jika tidak memenuhi syarat maka menggunakan uji fisher.
Syarat dari penggunaan perangkat lunak (chi square) diatas adalah sampel harus lebih besar (n > 30), sel – sel tidak boleh ada yang nol, expeted count sel – sel harus ≥ 5, bila ada sel dengan expeted count < 5 maksimal 20 % dari jumlah sel.
Ketentuan menentukan hubungan antar variabel sebagai berikut : bila χ2 hitung > χ2 tabel maka H0 ditolak dan bila nilai χ2 hitung < nilai χ2 tabel, maka H0 diterima. Taraf signifikan yang digunakan adalah 0,05 (5%). Dikatakan ada hubungan apabila nilai p ≤ α, sebaliknya jika p > α maka diputuskan tidak ada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dalam penelitian ini.
6.    Etika Penelitian
Etika penelitian menurut Sugiyono (2013), terdiri dari 3 macam yaitu:
1.    Informed consent
Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Informed consent juga mencantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu.
2.    Anonymity (tanpa nama)
Masalah etika merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam  penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang disajikan.
3.    Confidentiality (kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.

2 komentar:

  1. hai mba agustina, boleh minta pdf lengkap tentang proposal mba ini ? aku mahasiswa kedokteran angkatan 2016 ingin melanjutkan penelitian mba. terimakasih sebelumnya

    BalasHapus